Jumat, 16 April 2010

Pola Tanam SRI Memberikan produktivitas Tinggi

Jumat, 16 April 2010 |
Agar tanaman padi menjadi lebih produktif, diperlukan :
• Lebih banyak anakan per tanaman;
• Lebih banyak anakan subur (malai);
• Lebih banyak bulir per malai, dan;
• Bulir padi yang lebih besar dan padat

Hal di atas bisa didapatkan dengan aplikasi pola tanam SRI (System of Rice Intensification) dengan prinsip dan sebab berikut yang sangat logis - mudah diterima dengan akal sehat walaupun bagi yang tidak memiliki latar belakang ilmu tumbuhan atau pertanian :

Penanaman Bibit Muda
Pada pola tanam konvensional biasanya penyemaian dilakukan dengan memakan waktu antara 25-30 hari. Bibit yang saling berdesakan di penyemaian selama sekian lama tersebut akhirnya kehilangan potensi perkembangan anakannya karena saat di penyemaian saling berdesakan dan berebut makanan dengan sesamanya. Walaupun padi sudah berumur sekitar 25 hari sejak ditebar namun selama itu berada di area penyemaian biasanya belum berkembang anakannya. Pola tanam SRI menggunakan bibit muda berumur antara 8-12 hari di penyemaian. Pada sekitar umur 9 hari di penyemaian bibit ini dipindahkan atau ditanam disawah dan biasanya setelah sekitar 12 hari sejak tanam atau 21 hari bila dihitung sejak ditebar dipenyemaian, padi sudah mulai memiliki sekitar 2 atau 3 anakan dan akan berkembang cepat setelah usia sekitar 25 hari setelah tanam atau 34 hari sejak semai. 

Penanaman Bibit Tunggal dan Jarak Antar Tanaman Yang Lebar
Dalam pola tanam konvensional biasanya menggunakan 3, 4 sampai 5 bibit per titik bahkan lebih, ada yang mencapai sampai 10 bibit per titik. Pemikiran para petani adalah dengan makin banyak bibit per titik/per rumpun maka akan makin banyak anakan pe rumpunnya namun kenyataannya tetap saja per rumpunnya hanya bisa di capai 20-30 anakan saja. Jarak tanamnya biasanya masih banyak yang menggunakan 20 cm walaupun sudah ada beberapa petani yang sudah menggunakan jarak tanam 25 cm sedangkan beberapa petani bahkan melakukan penanaman tanpa pola/jarak yang tentu atau tanpa menggunakan caplakan. Rapatnya jarak antar tanaman baik dalam 1 titik/rumpun maupun dengan titik/rumpun sebelahnya menyebabkan nutrisi yang ada di area tersebut menjadi terbagi-bagi untuk banyak tanaman. Tentunya makin banyak tanaman di area tersebut sedangkan jumlah nutrisi terbatas menyebabkan tanaman menjadi kurus. Berbeda dengan pola tanam SRI yang hanya menggunakan 1 bibit per titik dan jarak antar titik minimal 25 cm menyebabkan satu tanaman ini leluasa mendapatkan nutrisi di area tumbuhnya. Dengan demikian potensi perkembangan anakannya menjadi lebih baik lagi dan saat mengeluarkan malai potensi anakan suburnya atau malai pun menjadi lebih tinggi. Dengan cara ini satu rumpun dari 1 bibit bisa mencapai lebih dari 40 anakan bahkan untuk tanah yang sudah kembali sehat karena sudah beberapa musim tanam menggunakan pola tanam SRI Organik bisa diperoleh sampai 120 anakan per rumpunnya. 

Penanaman Segera Untuk Menghindari Trauma Pada Bibit
Bibit yang sudah berumur 25-30 hari biasanya dicabut dengan memegang daunnya dan diangkat paksa di area penyemaian bertanah lumpur sawah yang lengket pada pola tanam konvensional. Perlakuan ini menyebabkan banyaknya akar bibit yang putus saat pencabutan. Setelah dicabut biasanya akar bibit dipukul-pukulkan/dibanting-banting ke air untuk membersihkannya dari tanah sawah yang masih menempel. Kemudian bibit-bibit tersebut di kumpulkan dalam beberapa ikatan berdiameter sekitar 10cm dan daunnya dipotong hampir setengahnya agar rata. Bila tidak sempat ditanam hari itu, bibit-bibit tersebut disimpan selama semalam untuk ditanam keesokan harinya. Bibit tanaman adalah makhluk hidup yang dapat mengalami stress dan trauma juga sehingga wajar bila pada pola tanam konvensional saat bibit ini ditanam pada beberapa hari berikutnya akan mengalami tanda-tanda akan mati seperti daun mengering karena sebelum penanaman mengalami penyiksaan fisik yang mengakibatkan stress dan trauma walaupun kemudian akan mulai hidup kembali atau petani di Jawa Barat mengistilahkannya ‘lilir’ (siuman). Pola tanam SRI memperlakukan bibit dengan sangat hati-hati, tanah untuk penyemaian dipilih berupa tanah atau campuran tanah yang gembur sehingga memudahkan saat pengambilan bibit dan mengurangi resiko putusnya akar bibit muda ini. Bibit diambil dengan dikeduk dasar tanahnya untuk kemudian bibit segera ditanam di sawah dalam jangka waktu tidak lebih dari 30 menit sejak saat bibit itu diambil dari penyemaian tanpa perlu bibit ini dibersihkan terlebih dahulu dari tanah yang menempel di akarnya.  

Penanaman Dangkal
Beberapa bibit sekaligus ditancapkan pada tanah sawah dalam pola konvensional sehingga akar tertancap cukup dalam serta seperti membentuk huruf ‘J’. Sifat alami akar adalah terus tumbuh menancap ke bawah, sehingga dengan bentuk akar seperti huruf ‘J’ ini yang ujung akarnya  mengarah ke atas menyebabkan akar memerlukan waktu dan energi lebih untuk mengembalikan posisi arah ujungnya menuju ke bawah sehingga memperlambat proses perkembangan akar yang akhirnya menunda perkembangan tanaman. Pada pola tanam SRI penanaman dilakukan secara dangkal dengan menggeser tanaman di atas permukaan tanah sehingga antara batang tanaman dengan akar seperti membentuk huruf ‘L’. Dengan posisi yang demikian maka pertumbuhan akar dapat terus berlanjut dengan baik tanpa perlu upaya dari tanaman untuk kembali mengarahkan akarnya ke bawah. Posisi akar yang ada di permukaan tanah juga memberikan kesempatan pada akar untuk mendapatkan oksigen dan unsur lainnya secara langsung dari udara dalam beberapa waktu dengan lebih baik yang dapat membantu pertumbuhan akar. 

Lahan Sawah Tidak Terus Menerus Direndam Air
Padi bukanlah tanaman air akan tetapi tanaman yang membutuhkan banyak air dalam pertumbuhannya. Akibatnya dengan sistem pertanian padi yang saat ini umum diterapkan yaitu dengan penggenangan lahan sawah, akar tanaman padi sekitar 75% nya busuk sehingga tidak efektif lagi dalam melakukan fungsinya mendapatkan nutrisi dari air dan tanah yang diperlukan oleh tanaman. Pola tanam SRI mengharuskan lahan dalam kondisi macak-macak (atau lembab) saja sehingga pertumbuhan akar menjadi lebih baik. Air cukup digenang di jalur air atau parit yang dibuat mengelilingi dan/atau membelah lahan sehingga dapat merembes ke lahan dibagian tengah untuk mencukupi kebutuhan air bagi tanaman. 

Penyiangan Mekanis
Pada intinya gulma harus dikendalikan dalam pertanian baik pola konvensional maupun pola SRI. Penanganan gulma dapat dilakukan dengan melakukan pencabutan gulma dengan tangan atau dengan alat penyiangan mekanis kemudian dibuang/ditenggelamkan. Keterlambatan atau meniadakan proses penanganan gulma menyebabkan turunnya secara drastis proyeksi hasil panen sehingga menjadikan proses penangan gulma ini menjadi tahapan yang sangat penting. Pada pola tanam SRI penanganan gulma yang dianjurkan adalah dengan menggunakan alat penyiangan mekanis sedini mungkin saat gulma baru mulai muncul agar tanah dapat digemburkan kembali untuk memperbaiki proses aerasi sehingga tanah dan akar mendapatkan kembali pasokan oksigen juga unsur lainnya seperti nitrogen dari udara dengan cukup. Gulma ditenggelamkan untuk menambah pasokan bahan organik dalam tanah. Diperlukan pemikiran positif/positive thinking untuk menangani gulma ini : ‘Weeds – Not a problem but an opportunity’, gulma jangan dipandang sebagai masalah tetapi harus dipandang sebagai kesempatan dalam mendapatkan bahan organik tambahan untuk menyuburkan tanah.

Menjaga Keseimbangan Biologi Tanah
Penggunaan pupuk/pestisida kimia sintetis pada sistem pertanian konvensional memberikan kerusakan terhadap kehidupan biota tanah sehingga keseimbangan biologi tanah menjadi terganggu. Pola tanam SRI mengharuskan perbaikan keseimbangan biologi tanah diantaranya dengan cara menambahkan kembali bahan organik ke dalam tanah seperti kompos, pupuk organik cair atau mikroorganisma. Penambahan bahan organik ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas kehidupan biota tanah berupa bakteri, jamur dan lainnya yang berperan penting terhadap kesuburan tanah seperti penyediaan unsur hara/nutrisi yang dibutuhkan tanaman dengan melakukan penambatan unsur Nitrogen (N) dari udara, melepaskan ikatan unsur Phosfat (P) dan Kalium (K) dari tanah serta fungsi-fungsi penting lainnya.

Paparan teori pola tanam SRI diatas yang sangat memperhatikan pertumbuhan akar sebagai pondasi tanaman di atasnya sangatlah logis dan mudah untuk difahami namun untuk aplikasi lapangannya memerlukan keberanian, kerja keras dan kesabaran lebih untuk mencapai hasil yang diproyeksikan. Semboyan pola tanam SRI diantaranya adalah ‘LESS FOR MORE’, lebih sedikit untuk mendapatkan yang lebih banyak yaitu lebih sedikit benih, lebih sedikit air, lebih sedikit pasokan pupuk namun memberikan hasil panen yang lebih banyak. Langkah-langkah pelaksanaan tanam padi dengan pola tanam SRI dapat diakses pada link berikut :


Salam,
Utju Suiatna


Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar

SEJAHTERA PETANI, SEJAHTERAHLAH KITA !!! Konsultasi Pertanian: 085222225044...SEJAHTERA PETANI, SEJAHTERAHLAH KITA !!! Konsultasi Pertanian: 085222225044...SEJAHTERA PETANI, SEJAHTERAHLAH KITA !!! Konsultasi Pertanian: 085222225044...SEJAHTERA PETANI, SEJAHTERAHLAH KITA !!! Konsultasi Pertanian: 085222225044...SEJAHTERA PETANI, SEJAHTERAHLAH KITA !!! Konsultasi Pertanian: 085222225044...SEJAHTERA PETANI, SEJAHTERAHLAH KITA !!! Konsultasi Pertanian: 085222225044...SEJAHTERA PETANI, SEJAHTERAHLAH KITA !!! Konsultasi Pertanian: 085222225044...
ORGANIC FARMER COMMUNITY | Promosikan Halaman Anda Juga

 

Pikiran Rakyat Online

Republika Online

Media Indonesia

Liputan 6

Enter your email address: